Jumat, 14 Mei 2010

PROPOSAL PENELITIAN PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KARET

PROPOSAL PENELITIAN UPAYA MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI KARET
DI SUMATERA SELATAN

PROF.DR.H.TIRTA JAYA JENAHAR,SE.MS
Konsultan Peneliti Ekonomi

I.LATAR BELAKANG
Tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell.Arg) termasuk genus hevea famili euphorbiaceae di antara 10 species tanaman karet lainnya (Webster dan Paardekooper, 1989). Hevea brasiliensis Muell.Arg. merupakan species tanaman karet yang berhasil dikembangkan secara komersial di seluruh dunia. Produksi karet alam dunia pada tahun 2004 mencapai 8,572 juta ton, sedangkan konsumsi karet alam dunia sebesar 8,493 juta ton. Perkiraan konsumsi karet alam dunia meningkat dari 8,493 juta ton menjadi 11,681 juta ton pada tahun 2020 (Budiman, 2005). Berdasarkan perkiraan peningkatan konsumsi karet dunia tahun 2020 sebesar 11,681 juta ton, maka terdapat kekurangan penawaran karet alam dunia sehingga prospek ekspor karet alam Indonesia terbuka luas. Konsumsi karet alam Indonesia pada tahun 2003 hanya 145 ribu ton atau 8,9 % dari produksi karet Indonesia, sedangkan konsumsi karet alam Malaysia 55,4 % dan Thailand 10,6 % dari produksi karet negaranya. Negara konsumen karet dunia terbesar Negara Regional Eropa, Amerika Serikat, China dan Jepang (IRSG, 2003 dalam Haris dan Alan, 2004).

2.Perkebunan karet Indonesia dinilai strategis karena pada tahun 2005 mempunyai areal terluas di dunia yaitu 3,262 juta ha, kemudian disusul oleh Thailand 1,96 juta ha dan Malaysia 1,54 juta ha, namun produksi karet Indonesia 1,96 juta ton menduduki posisi kedua setelah Thailand 2,9 juta ton dan posisi ketiga Malaysia 1,16 juta ton (Budiman, 2005). Volume ekspor karet Indonesia sebesar 1,874 juta ton merupakan salah satu sumber devisa kedua setelah kelapa sawit dengan nilai US $ 2,18 juta, dan merupakan sumber pendapatan bagi lebih dari 15 juta penduduk Indonesia (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2004). Pola kebijakan dan strategi agribisnis karet Indonesia yaitu mensejahterakan masyarakat dan berkelanjutan yang berbasis lateks dan kayu berdaya saing tinggi dengan strategi peningkatan produktivitas perkebunan rakyat melalui penggunaan klon unggul, percepatan peremajaan karet tua atau rusak, diversifikasi usahatani dan penerapan pola tanam sela (Departemen Pertanian Republik Indonesia, 2005).

3.Fokus sasaran peremajaan jangka menengah pada tahun 2009 dari aspek peremajaan dan budidaya yaitu : (1) penggunaan klon unggul lateks dan kayu yang memproduksi 3.000 kg per hektar per tahun dan menghasilkan kayu karet 300 m3 per hektar, (2) percepatan peremajaan kebun karet tua dan tidak produktif terutama pada perkebunan karet rakyat, (3) diversifikasi usahatani dan pola tanam untuk meningkatkan keuntungan petani dan (4) peningkatan efisiensi usaha pada setiap tahap proses produksi untuk menjamin marjin keuntungan dan daya saing yang tinggi (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2005).

4.Perkebunan karet di Sumatera Selatan mempunyai peranan yang sangat strategis karena provinsi ini merupakan daerah penghasil utama karet alam di Indonesia dimana pada tahun 2003 seluas 880.124 ha dan total produksi 628.801 ton atau 35,66 % dari produksi karet Indonesia dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 944.616 ha dan total produksi 688.404 ton atau 45,36 % dari produksi karet Indonesia. Kontribusi karet terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Selatan sebesar Rp 2.861 juta atau 10,61 % dari total PDRB tanpa migas Sumatera Selatan. Volume ekspor karet Sumatera Selatan sebesar 527,37 juta ton yang merupakan masukan devisa negara sebesar US $ 618,2 juta atau 73,66 % dari ekspor komoditi perkebunan Sumatera Selatan. Selain itu perkebunan karet sebagai sumber pendapatan dan penghidupan sekitar 700 ribu rumah tangga dan 100 ribu karyawan perusahaan perkebunan yaitu sekitar 3,2 juta jiwa atau 47,8 % dari total penduduk Sumatera Selatan (Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, 2005).

4.Pada tahun 1982 - 2003 Pemerintah Provinsi dan Kabupaten /Kota di Sumatera Selatan telah meremajakan kebun karet rakyat seluas 1.248 ha melalui Proyek bantuan parsial, namun demikian kenyataan pada tahun 2004 rata-rata produktivitas karet rakyat yaitu sekitar 0,68 ton kadar karet kering (kkk) per hektar per tahun relatif lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas karet perkebunan besar negara sekitar 1,16 ton kkk per hektar per tahun. Apabila total produksi karet dibagi total areal perkebunan karet rakyat yang menghasilkan di Sumatera Selatan maka rata-rata produktivitas karet rakyat yaitu sekitar 1,09 ton kkk per hektar per tahun relatif masih lebih rendah dari produktivitas karet perusahaan besar negara, apalagi dibandingkan dengan produktivitas karet klon unggul dapat mencapai 2,5 ton kkk per hektar per tahun (Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan, 2005).

5.Rendahnya produktivitas karet rakyat menyebabkan rendahnya produksi karet dan pendapatan dari usaha tani karet juga mempengaruhi rendahnya pendapatan rumah tangga petani sedangkan kebutuhan hidup petani tetap bahkan meningkat sehingga mendorong petani meningkatkan pendapatannya dengan melakukan eksploitasi penyadapan kurang baik dan berlebihan yang menyebabkan tanaman karet menjadi rusak. Di Sumatera Selatan terdapat tanaman tua/rusak pada tahun 2003 dengan luas sekitar 129.499 ha yang secara ekonomis tidak menguntungkan lagi tetapi belum diremajakan petani bahkan pada tahun 2005 cenderung terjadi masih tinggi luas areal tanaman karet tua/rusak sekita 139.126 ha, walaupun ada sebagian tanaman tua/rusak yang telah diremajakan namun tingkat pertumbuhan luas areal tanaman tua/rusak tahun l971-2003 sekitar 4,6 % per tahun sedangkan tingkat pertumbuhan peremajaan tanaman karet tahun 1971-2003 sekitar 2,1 % per tahun. (Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan, 2005).

6.Salah satu tujuan peremajaan kebun karet yaitu mengganti tanaman tua/rusak dengan tanaman muda klon unggul yang memiliki produktivitas tinggi. Peremajaan kebun karet yang dilakukan petani memerlukan waktu sekitar enam tahun untuk mulai menghasilkan. Oleh sebab itu petani belum memperoleh pendapatan dari usaha tani karet sedangkan kebutuhan hidup terus berlangsung sehingga ada kemungkinan pendapatan rumah tangga petani tidak mampu membiayai kebutuhan hidupnya.

7.Dengan kondisi ini perlu dikaji permasalahan yaitu
a.Apakah terdapat perbedaan tingkat kemampuan pendapatan rumah tangga petani maju dengan petani belum maju untuk membiayai kebutuhan hidupnya ?
b.Bagaimana upaya meningkatkan tingkat kemampuan pendapatan rumah tangga petani karet ?

Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan untuk peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani perkebunan karet rakyat yang merupakan sumber devisa negara, lapangan kerja, penyedia bahan baku, pemelihara kesuburan dan pengawetan tanah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar