PROPOSAL PENELITIAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAMPUAN EKONOMIS PETANI
DALAM PEREMAJAAN KEBUN KARETNYA
PROF.DR.H.TIRTA JAYA JENAHAR,SE.MS
Konsultan Penelitian Ekonomi
1.Latar Belakang
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten /Kota di Sumatera Selatan pada tahun 1982 – 2003 telah meremajakan kebun karet rakyat seluas 1.248 ha melalui proyek bantuan parsial, namun demikian kenyataan pada tahun 2004 rata-rata produktivitas karet rakyat yaitu sekitar 0,68 ton kadar karet kering (kkk) per hektar per tahun relatif lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas karet perkebunan besar negara sekitar 1,16 ton kkk per hektar per tahun.. Apabila total produksi karet dibagi total areal perkebunan karet rakyat yang menghasilkan di Sumatera Selatan maka rata-rata produktivitas karet rakyat yaitu sekitar 1,09 ton kkk per hektar per tahun relatif masih lebih rendah dari produktivitas karet perusahaan besar negara dan swasta, apalagi dibandingkan dengan produktivitas karet klon unggul dapat mencapai 2,5 ton kkk per hektar per tahun (Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan, 2005).
2.Di Sumatera Selatan masih terdapat tanaman tua/rusak pada tahun 2003 dengan luas sekitar 129.499 ha yang secara ekonomis tidak menguntungkan lagi tetapi belum diremajakan petani bahkan pada tahun 2004 cenderung terjadi peningkatan luas areal tanaman karet tua/rusak menjadi 143.239 ha, walaupun ada sebagian tanaman tua/rusak yang telah diremajakan namun tingkat pertumbuhan luas areal tanaman tua/rusak tahun l971-2003 sekitar 4,6 % per tahun sedangkan tingkat pertumbuhan peremajaan tanaman karet tahun 1971-2003 sekitar 2,1 % per tahun. (Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan, 2005).
3.Luasnya areal tanaman tua/rusak menyebabkan produktivitas karet rendah dan rendahnya produksi karet yang diikuti rendahnya harga karet menyebabkan pendapatan petani rendah. Rendahnya pendapatan petani menyebabkan rendahnya tabungan dan rendahnya kemampuan ekonomis petani untuk membiayai peremajaan kebun karetnya sehingga tanaman karet tua/rusak milik petani belum dilakukan peremajaan. Berkaitan dengan hal ini timbul pertanyaan seberapa besar tingkat kemampuan ekonomis petani untuk membiayai peremajaan kebun karetnya secara mandiri pada kondisi kebun karet sat ini ?
4.Selain itu rendahnya produktivitas karet rakyat, menyebabkan rendahnya produksi karet dan rendahnya pendapatan dari usahatani karet juga mempengaruhi rendahnya pendapatan rumah tangga petani. Pendapatan rumah tangga petani mempengaruhi biaya kebutuhan rumah tangga petani. Jumlah anggota keluarga dan pendidikan formal petani akan mempengaruhi biaya kebutuhan rumah tangga petani. Apabila petani tidak melakukan investasi maka tabungan sama dengan pendapatan rumah tangga dikurangi biaya kebutuhan rumah tangga karena itu tabungan juga mempengaruhi pendapatan rumah tangga. Rumah tangga yang mempunyai pendapatan tinggi dapat melakukan kegiatan penabungan yang tinggi pula. Tabungan mempengaruhi besarnya tingkat kemampuan ekonomis petani. Berkaitan dengan hal ini perlu dikaji faktor ekonomi dan non-ekonomi yang mempengaruhi kemampuan ekonomis petani untuk membiayai peremajaan kebun karetnya.
5.Kondisi usahatani karet petani belum maju dicirikan dengan belum menggunakan bahan tanaman klon unggul, kurangnya pemeliharaan tanaman, pohon disadap belum mengikuti teknis yang benar dan bahan olah karet belum diolah dengan baik. Sedangkan kondisi usahatani karet petani maju dicirikan dengan telah menggunakan tanaman klon unggul, pemeliharaan tanaman cukup intensif, penyadapan karet mengikuti teknis anjuran penyuluh dan bahan olah karet diolah dengan baik. Walaupun petani maju telah menggunakan klon unggul namun belum mengadopsi sepenuhnya teknologi budidaya karet yang direkomendasikan karena itu pada penelitian ini akan dikaji mengenai perbedaan tingkat kemampuan ekonomis petani untuk membiayai peremajaan kebun karetnya secara mandiri.
6.Dari kenyataan kondisi perkebunan karet rakyat yaitu produktivitas karet rendah, luasnya areal tanaman karet tua/rusak dan harapan mempercepat peremajaan kebun karet rakyat maka dapat disimpulkan bahwa yang menjadi masalah pokok adalah Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kemampuan ekonomis petani dalam peremajaan kebun karetnya dengan beberapa pertanyaan mendasar sebagai berikut :
a.Bagaimana kemampuan ekonomis petani untuk membiayai peremajaan kebun karetnya secara mandiri ?
b.Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kemampuan ekonomis petani karet.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemampuan ekonomis petani dalam peremajaan kebun karetnya secara mandiri dan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan ekonomis petani karet pada wilayah penelitian di Sumatera Selatan. Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan untuk peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani perkebunan karet rakyat.
Jumat, 14 Mei 2010
PROPOSAL PENELITIAN PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KARET
PROPOSAL PENELITIAN UPAYA MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI KARET
DI SUMATERA SELATAN
PROF.DR.H.TIRTA JAYA JENAHAR,SE.MS
Konsultan Peneliti Ekonomi
I.LATAR BELAKANG
Tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell.Arg) termasuk genus hevea famili euphorbiaceae di antara 10 species tanaman karet lainnya (Webster dan Paardekooper, 1989). Hevea brasiliensis Muell.Arg. merupakan species tanaman karet yang berhasil dikembangkan secara komersial di seluruh dunia. Produksi karet alam dunia pada tahun 2004 mencapai 8,572 juta ton, sedangkan konsumsi karet alam dunia sebesar 8,493 juta ton. Perkiraan konsumsi karet alam dunia meningkat dari 8,493 juta ton menjadi 11,681 juta ton pada tahun 2020 (Budiman, 2005). Berdasarkan perkiraan peningkatan konsumsi karet dunia tahun 2020 sebesar 11,681 juta ton, maka terdapat kekurangan penawaran karet alam dunia sehingga prospek ekspor karet alam Indonesia terbuka luas. Konsumsi karet alam Indonesia pada tahun 2003 hanya 145 ribu ton atau 8,9 % dari produksi karet Indonesia, sedangkan konsumsi karet alam Malaysia 55,4 % dan Thailand 10,6 % dari produksi karet negaranya. Negara konsumen karet dunia terbesar Negara Regional Eropa, Amerika Serikat, China dan Jepang (IRSG, 2003 dalam Haris dan Alan, 2004).
2.Perkebunan karet Indonesia dinilai strategis karena pada tahun 2005 mempunyai areal terluas di dunia yaitu 3,262 juta ha, kemudian disusul oleh Thailand 1,96 juta ha dan Malaysia 1,54 juta ha, namun produksi karet Indonesia 1,96 juta ton menduduki posisi kedua setelah Thailand 2,9 juta ton dan posisi ketiga Malaysia 1,16 juta ton (Budiman, 2005). Volume ekspor karet Indonesia sebesar 1,874 juta ton merupakan salah satu sumber devisa kedua setelah kelapa sawit dengan nilai US $ 2,18 juta, dan merupakan sumber pendapatan bagi lebih dari 15 juta penduduk Indonesia (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2004). Pola kebijakan dan strategi agribisnis karet Indonesia yaitu mensejahterakan masyarakat dan berkelanjutan yang berbasis lateks dan kayu berdaya saing tinggi dengan strategi peningkatan produktivitas perkebunan rakyat melalui penggunaan klon unggul, percepatan peremajaan karet tua atau rusak, diversifikasi usahatani dan penerapan pola tanam sela (Departemen Pertanian Republik Indonesia, 2005).
3.Fokus sasaran peremajaan jangka menengah pada tahun 2009 dari aspek peremajaan dan budidaya yaitu : (1) penggunaan klon unggul lateks dan kayu yang memproduksi 3.000 kg per hektar per tahun dan menghasilkan kayu karet 300 m3 per hektar, (2) percepatan peremajaan kebun karet tua dan tidak produktif terutama pada perkebunan karet rakyat, (3) diversifikasi usahatani dan pola tanam untuk meningkatkan keuntungan petani dan (4) peningkatan efisiensi usaha pada setiap tahap proses produksi untuk menjamin marjin keuntungan dan daya saing yang tinggi (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2005).
4.Perkebunan karet di Sumatera Selatan mempunyai peranan yang sangat strategis karena provinsi ini merupakan daerah penghasil utama karet alam di Indonesia dimana pada tahun 2003 seluas 880.124 ha dan total produksi 628.801 ton atau 35,66 % dari produksi karet Indonesia dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 944.616 ha dan total produksi 688.404 ton atau 45,36 % dari produksi karet Indonesia. Kontribusi karet terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Selatan sebesar Rp 2.861 juta atau 10,61 % dari total PDRB tanpa migas Sumatera Selatan. Volume ekspor karet Sumatera Selatan sebesar 527,37 juta ton yang merupakan masukan devisa negara sebesar US $ 618,2 juta atau 73,66 % dari ekspor komoditi perkebunan Sumatera Selatan. Selain itu perkebunan karet sebagai sumber pendapatan dan penghidupan sekitar 700 ribu rumah tangga dan 100 ribu karyawan perusahaan perkebunan yaitu sekitar 3,2 juta jiwa atau 47,8 % dari total penduduk Sumatera Selatan (Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, 2005).
4.Pada tahun 1982 - 2003 Pemerintah Provinsi dan Kabupaten /Kota di Sumatera Selatan telah meremajakan kebun karet rakyat seluas 1.248 ha melalui Proyek bantuan parsial, namun demikian kenyataan pada tahun 2004 rata-rata produktivitas karet rakyat yaitu sekitar 0,68 ton kadar karet kering (kkk) per hektar per tahun relatif lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas karet perkebunan besar negara sekitar 1,16 ton kkk per hektar per tahun. Apabila total produksi karet dibagi total areal perkebunan karet rakyat yang menghasilkan di Sumatera Selatan maka rata-rata produktivitas karet rakyat yaitu sekitar 1,09 ton kkk per hektar per tahun relatif masih lebih rendah dari produktivitas karet perusahaan besar negara, apalagi dibandingkan dengan produktivitas karet klon unggul dapat mencapai 2,5 ton kkk per hektar per tahun (Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan, 2005).
5.Rendahnya produktivitas karet rakyat menyebabkan rendahnya produksi karet dan pendapatan dari usaha tani karet juga mempengaruhi rendahnya pendapatan rumah tangga petani sedangkan kebutuhan hidup petani tetap bahkan meningkat sehingga mendorong petani meningkatkan pendapatannya dengan melakukan eksploitasi penyadapan kurang baik dan berlebihan yang menyebabkan tanaman karet menjadi rusak. Di Sumatera Selatan terdapat tanaman tua/rusak pada tahun 2003 dengan luas sekitar 129.499 ha yang secara ekonomis tidak menguntungkan lagi tetapi belum diremajakan petani bahkan pada tahun 2005 cenderung terjadi masih tinggi luas areal tanaman karet tua/rusak sekita 139.126 ha, walaupun ada sebagian tanaman tua/rusak yang telah diremajakan namun tingkat pertumbuhan luas areal tanaman tua/rusak tahun l971-2003 sekitar 4,6 % per tahun sedangkan tingkat pertumbuhan peremajaan tanaman karet tahun 1971-2003 sekitar 2,1 % per tahun. (Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan, 2005).
6.Salah satu tujuan peremajaan kebun karet yaitu mengganti tanaman tua/rusak dengan tanaman muda klon unggul yang memiliki produktivitas tinggi. Peremajaan kebun karet yang dilakukan petani memerlukan waktu sekitar enam tahun untuk mulai menghasilkan. Oleh sebab itu petani belum memperoleh pendapatan dari usaha tani karet sedangkan kebutuhan hidup terus berlangsung sehingga ada kemungkinan pendapatan rumah tangga petani tidak mampu membiayai kebutuhan hidupnya.
7.Dengan kondisi ini perlu dikaji permasalahan yaitu
a.Apakah terdapat perbedaan tingkat kemampuan pendapatan rumah tangga petani maju dengan petani belum maju untuk membiayai kebutuhan hidupnya ?
b.Bagaimana upaya meningkatkan tingkat kemampuan pendapatan rumah tangga petani karet ?
Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan untuk peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani perkebunan karet rakyat yang merupakan sumber devisa negara, lapangan kerja, penyedia bahan baku, pemelihara kesuburan dan pengawetan tanah.
DI SUMATERA SELATAN
PROF.DR.H.TIRTA JAYA JENAHAR,SE.MS
Konsultan Peneliti Ekonomi
I.LATAR BELAKANG
Tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell.Arg) termasuk genus hevea famili euphorbiaceae di antara 10 species tanaman karet lainnya (Webster dan Paardekooper, 1989). Hevea brasiliensis Muell.Arg. merupakan species tanaman karet yang berhasil dikembangkan secara komersial di seluruh dunia. Produksi karet alam dunia pada tahun 2004 mencapai 8,572 juta ton, sedangkan konsumsi karet alam dunia sebesar 8,493 juta ton. Perkiraan konsumsi karet alam dunia meningkat dari 8,493 juta ton menjadi 11,681 juta ton pada tahun 2020 (Budiman, 2005). Berdasarkan perkiraan peningkatan konsumsi karet dunia tahun 2020 sebesar 11,681 juta ton, maka terdapat kekurangan penawaran karet alam dunia sehingga prospek ekspor karet alam Indonesia terbuka luas. Konsumsi karet alam Indonesia pada tahun 2003 hanya 145 ribu ton atau 8,9 % dari produksi karet Indonesia, sedangkan konsumsi karet alam Malaysia 55,4 % dan Thailand 10,6 % dari produksi karet negaranya. Negara konsumen karet dunia terbesar Negara Regional Eropa, Amerika Serikat, China dan Jepang (IRSG, 2003 dalam Haris dan Alan, 2004).
2.Perkebunan karet Indonesia dinilai strategis karena pada tahun 2005 mempunyai areal terluas di dunia yaitu 3,262 juta ha, kemudian disusul oleh Thailand 1,96 juta ha dan Malaysia 1,54 juta ha, namun produksi karet Indonesia 1,96 juta ton menduduki posisi kedua setelah Thailand 2,9 juta ton dan posisi ketiga Malaysia 1,16 juta ton (Budiman, 2005). Volume ekspor karet Indonesia sebesar 1,874 juta ton merupakan salah satu sumber devisa kedua setelah kelapa sawit dengan nilai US $ 2,18 juta, dan merupakan sumber pendapatan bagi lebih dari 15 juta penduduk Indonesia (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2004). Pola kebijakan dan strategi agribisnis karet Indonesia yaitu mensejahterakan masyarakat dan berkelanjutan yang berbasis lateks dan kayu berdaya saing tinggi dengan strategi peningkatan produktivitas perkebunan rakyat melalui penggunaan klon unggul, percepatan peremajaan karet tua atau rusak, diversifikasi usahatani dan penerapan pola tanam sela (Departemen Pertanian Republik Indonesia, 2005).
3.Fokus sasaran peremajaan jangka menengah pada tahun 2009 dari aspek peremajaan dan budidaya yaitu : (1) penggunaan klon unggul lateks dan kayu yang memproduksi 3.000 kg per hektar per tahun dan menghasilkan kayu karet 300 m3 per hektar, (2) percepatan peremajaan kebun karet tua dan tidak produktif terutama pada perkebunan karet rakyat, (3) diversifikasi usahatani dan pola tanam untuk meningkatkan keuntungan petani dan (4) peningkatan efisiensi usaha pada setiap tahap proses produksi untuk menjamin marjin keuntungan dan daya saing yang tinggi (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2005).
4.Perkebunan karet di Sumatera Selatan mempunyai peranan yang sangat strategis karena provinsi ini merupakan daerah penghasil utama karet alam di Indonesia dimana pada tahun 2003 seluas 880.124 ha dan total produksi 628.801 ton atau 35,66 % dari produksi karet Indonesia dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 944.616 ha dan total produksi 688.404 ton atau 45,36 % dari produksi karet Indonesia. Kontribusi karet terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Selatan sebesar Rp 2.861 juta atau 10,61 % dari total PDRB tanpa migas Sumatera Selatan. Volume ekspor karet Sumatera Selatan sebesar 527,37 juta ton yang merupakan masukan devisa negara sebesar US $ 618,2 juta atau 73,66 % dari ekspor komoditi perkebunan Sumatera Selatan. Selain itu perkebunan karet sebagai sumber pendapatan dan penghidupan sekitar 700 ribu rumah tangga dan 100 ribu karyawan perusahaan perkebunan yaitu sekitar 3,2 juta jiwa atau 47,8 % dari total penduduk Sumatera Selatan (Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, 2005).
4.Pada tahun 1982 - 2003 Pemerintah Provinsi dan Kabupaten /Kota di Sumatera Selatan telah meremajakan kebun karet rakyat seluas 1.248 ha melalui Proyek bantuan parsial, namun demikian kenyataan pada tahun 2004 rata-rata produktivitas karet rakyat yaitu sekitar 0,68 ton kadar karet kering (kkk) per hektar per tahun relatif lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas karet perkebunan besar negara sekitar 1,16 ton kkk per hektar per tahun. Apabila total produksi karet dibagi total areal perkebunan karet rakyat yang menghasilkan di Sumatera Selatan maka rata-rata produktivitas karet rakyat yaitu sekitar 1,09 ton kkk per hektar per tahun relatif masih lebih rendah dari produktivitas karet perusahaan besar negara, apalagi dibandingkan dengan produktivitas karet klon unggul dapat mencapai 2,5 ton kkk per hektar per tahun (Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan, 2005).
5.Rendahnya produktivitas karet rakyat menyebabkan rendahnya produksi karet dan pendapatan dari usaha tani karet juga mempengaruhi rendahnya pendapatan rumah tangga petani sedangkan kebutuhan hidup petani tetap bahkan meningkat sehingga mendorong petani meningkatkan pendapatannya dengan melakukan eksploitasi penyadapan kurang baik dan berlebihan yang menyebabkan tanaman karet menjadi rusak. Di Sumatera Selatan terdapat tanaman tua/rusak pada tahun 2003 dengan luas sekitar 129.499 ha yang secara ekonomis tidak menguntungkan lagi tetapi belum diremajakan petani bahkan pada tahun 2005 cenderung terjadi masih tinggi luas areal tanaman karet tua/rusak sekita 139.126 ha, walaupun ada sebagian tanaman tua/rusak yang telah diremajakan namun tingkat pertumbuhan luas areal tanaman tua/rusak tahun l971-2003 sekitar 4,6 % per tahun sedangkan tingkat pertumbuhan peremajaan tanaman karet tahun 1971-2003 sekitar 2,1 % per tahun. (Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan, 2005).
6.Salah satu tujuan peremajaan kebun karet yaitu mengganti tanaman tua/rusak dengan tanaman muda klon unggul yang memiliki produktivitas tinggi. Peremajaan kebun karet yang dilakukan petani memerlukan waktu sekitar enam tahun untuk mulai menghasilkan. Oleh sebab itu petani belum memperoleh pendapatan dari usaha tani karet sedangkan kebutuhan hidup terus berlangsung sehingga ada kemungkinan pendapatan rumah tangga petani tidak mampu membiayai kebutuhan hidupnya.
7.Dengan kondisi ini perlu dikaji permasalahan yaitu
a.Apakah terdapat perbedaan tingkat kemampuan pendapatan rumah tangga petani maju dengan petani belum maju untuk membiayai kebutuhan hidupnya ?
b.Bagaimana upaya meningkatkan tingkat kemampuan pendapatan rumah tangga petani karet ?
Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan untuk peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani perkebunan karet rakyat yang merupakan sumber devisa negara, lapangan kerja, penyedia bahan baku, pemelihara kesuburan dan pengawetan tanah.
PROPOSAL PENELITIAN RENCANA PENGEMBANGAN PARIWISATA
PROPOSAL PENELITIAN RENCANA PENGEMBANGAN PARIWISATA
KABUPATEN EMPAT LAWANG
Prof Dr.H.Tirta Jaya Jenahar,SE.MS
Konsultan Penelitian Ekonomi
1.Latar Belakang
Pembangunan daerah diharapkan akan diikuti dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, namun sering dijumpai fungsi/peranan lingkungan telah menurun dari waktu ke waktu; artinya jumlah bahan mentah yang dapat disediakan lingkungan alami telah semakin berkurang dan menjadi langka, kemampuan alam untuk menyediakan kesenangan dan kegembiraan langsung juga semakin berkurang karena banyaknya sumberdaya alam dan lingkungan yang telah diubah fungsinya. Pembangunan pedesaan saat ini masih memerlukan perhatian secara komprehensif dari pemerintah. Kondisi pembangunan pedesaan dengan percepatan pembangunan kurang berkembang diakibatkan oleh kurangnya dukungan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan pembangunan di pedesaan. Hal tersebut sesuai dengan Arahan Kebijakan Pembangunan Nasional di pedesaan yaitu “mempercepat pembangunan pedesaan dalam rangka pemberdayaan masyarakat terutama petani melalui penyediaan prasarana, pembangunan dalam sistem agribisis, industri kecil dan kerajinan rakyat, pengembangan kelembangaan, penguasaan teknologi dan pemanfaatan sumberdaya alam”.
2.Pada hakekatnva, pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggungjawab terhadap kelestarian alam (natural area), memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budava bagi masyarakat setempat. Atas dasar pengertian ini, bentuk ekowisata pada dasarnya merupakan bentuk gerakan konservasi yang dilakukan oleh penduduk dunia. Ecoturism Research Group (1996) dalam Darmawan (2003), yang membatasi tentang wisata bertumpu pada lingkungan alam dan budaya yang terkait dengan : (1) Mendidik tentang fungsi dan manfaat lingkungan, (2) Meningkatkan kesadaran lingkungan, (3) Bermanfaat secara ekologi, sosial dan ekonomi, (3) Menyumbang langsung pada keberkelanjutan.
3.Ekowisata merupakan sebuah istilah baru yang masih sangat sering dibicarakan diberbagai negara saat ini karena melihat potensi untuk mengembangkan pariwisata baru dan mempromosikan konservasi alam disamping dapat memberikan keuntungan pada masyarakat lokal. Ekowisata sebagai suatu bentuk perjalanan wisata yang bertanggung jawab ke kawasan alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Memperlihatkan kesatuan konsep yang terintegratif secara konseptual tentang keseimbangan antara menikmati keindahan alam dan upaya mempertahan kannya. Sehingga pengertian ekowisata dapat dilihat sebagai suatu konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaannya.
4.Destinasi yang diminati wisatawan ekowisata adalah daerah alami. kawasan konservasi sebagai obyek daya tarik wisata dapat berupa taman nasional, taman hutan raya, cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata dan taman buru. Tetapi kawasan hutan yang lain seperti hutan lindung dan hutan produksi bila memiliki obyek alam sebagai daya tarik ekowisata dapat dipergunakan pula untuk pengembangan ekowisata. Area alami suatu ekosistem sungai, danau, rawa, gambut, di daerah hulu atau muara sungai dapat pula dipergunakan untuk ekowisata. Pendekatan lain bahwa ekowisata harus dapat menjamin kelestarian lingkungan. Maksud dari menjamin kelestarian ini seperti halnya tujuan konservasi sebagai berikut:a.Menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung sistem kehidupan. b.Melindungi keanekaragaman hayati.c.Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya.
3.Pemilihan ekowisata sebagai konsep pengembangan bagi wisata di dasarkan pada beberapa unsur utama, yaitu : (1) Ekowisata sangat bergantung pada kualitas sumber daya alam, peninggalan sejarah dan budaya; (2) Ekowisata melibatkan masyarakat; (3) Ekowisata meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya; (4) Ekowisata menumbuhkan pasar di tingkat nasional dan internasional; (5) Ekowisata sebagai sarana mewujudkan ekonomi berkelanjutan.
Pada paradigma lama, pengembangan pariwisata lebih mengutamakan pariwisata masal, yaitu yang bercirikan jumlah wisatawan yang besar/berkelompok dan paket wisata yang seragam (Ariyanto, 2003) dan sekarang telah bergerak menjadi pariwisata baru, yaitu wisatawan yang lebih canggih, berpengalaman dan mandiri, yang bertujuan tunggal mencari liburan fleksibel, keragaman dan minat khusus pada lingkungan alam dan pengalaman asli. Dalam usaha pengembangannya Indonesia wajib memperhatikan dampak-dampak yang ditimbulkannya, sehingga yang paling tepat dikembangkan adalah sektor ekowisata dan pariwisata alternatif yang oleh (Ariyanto, 2003) diartikan sebagai konsisten dengan nilai-nilai alam, sosial dan masyarakat yang memungkinkan adanya interaksi positif di antara para pelakunya.
4.KABUPATEN EMPAT LAWANG memiliki potensi sumberdaya alam yang banyak, namun sampai saat ini belum semua sumberdaya alam tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Sumberdaya alam masih tetap sebagai potensi dan belum banyak dijadikan peluang untuk pengembangan pembangunan di KABUPATEN EMPAT LAWANG. Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 dan nomor 32 tahun 2002, maka Kabupaten/Kota memiliki kewenangan yang luas untuk dapat mengatur daerahnya sendiri, sehingga kegiatan pembangunan baik fisik maupun nonfisik di daerah terasa semakin intensif dan dinamis. Hal ini mengakibatkan banyak terjadinya pemekaran-pemekaran wilayah, tidak terkecuali untuk KABUPATEN EMPAT LAWANG yang merupakan pemekaran dari Kabupaten EMPAT LAWANG.
5.Pemekaran KABUPATEN EMPAT LAWANG ini berarti Pemerintah KABUPATEN EMPAT LAWANG mempunyai kewenangan yang luas untuk menentukan arah dan kebijakan pembangunan daerah. Untuk itu, diperlukan perencanaan yang sistemastis dan terarah sesuai dengan visi dan misi KABUPATEN EMPAT LAWANG. Oleh karena itu Pemerintah KABUPATEN EMPAT LAWANG sangat membutuhkan data dan informasi yang dapat dipercaya dan komprehensif, khususnya tentang pariwisata dalam wilayah KABUPATEN EMPAT LAWANG. Guna menunjang dan mencapai tujuan pengelolaan pariwisata, maka karakteristik sumberdaya pariwisata harus dikenali dan diketahui baik terhadap potensi, keragaman, jenis, dan dampak pemanfaatannya. Upaya yang dilakukan, antara lain melalui pendataan dan inventarisasi sumberdaya pariwisata secara menyeluruh sebelum pengelolaan dan pemanfaatannya dilaksanakan.
6.Dampak lingkungan pengembangan pariwisata berbentuk alamiah maupun buatan manusia merupakan hal yang terpenting dalam pembangunan industri wisata karena ketika wisatawan mulai datang maka perubahan terhadap lingkungan baik itu berupa lingkungan fisik maupun bilogis tentunya akan terjadi, sehingga dibutuhkan sebuah kebijakan dalam menata sebuah pengembangan wisata yang dapat memberikan efek positif dibandingkan dengan efek negatifnya. Dari sisi positif adanya keinginan dari pihak pengelola untuk (1) Mempreservasi dan restorasi benda benda budaya seperti bangunan dan kawasan bersejarah; (2) Pembangunan taman nasional dan taman suaka margasatwa; (3) Melindungi pantai dan taman laut; (4) Mempertahankan hutan. Dari sisi negatifnya kegiatan wisata akan menyebabkan (1) Polusi suara , air dan tanah; (2) Perusakan secara fisik lingkungan sekitarnya; (3) Perburuan dan pemancingan; (4) Pembangunan hotel yang megah tampa melihat kondisi lingkungan; (5) Perusakan hutan, monumen bersejarah , vandalisme.
6.Pengelolaan sumberdaya pariwisata harus berorientasi kepada konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan (sustainable use) untuk menjamin kelestarian dan keberlanjutan fungsi sumberdaya pariwisata, dengan menggunakan pendekatan yang bercorak komprehensif dan terpadu. Sehubungan dengan itu, pada tahun anggaran 2007 ini dilakukan kegiatan penyusunan Rencana pengembangan Pariwisata KABUPATEN EMPAT LAWANG, sehingga kebutuhan akan data dan informasi tentang pariwisata secara komprehensif dapat terpenuhi.
7.Tujuan penelitian yaitu membuat dan menyusun dokumen tentang rencana pengembangan pariwisata KABUPATEN EMPAT LAWANG. Secara lebih terperinci adalah untuk: :
a.Menyediakan suatu rencana dasar kegiatan yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk dalam penyusunan rancangan induk di bidang pariwisata.
b.Mensinkronkan rencana sektor atau sub sektor yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya pariwisata yang telah ada dan juga sebagai acuan bagi instansi terkait secara tidak langsung.
c.Menjadi dasar dan kerangka kerja dalam membuat program kerja dalam pariwisata.
d.Memantapkan koordinasi antar berbagai instansi dan dinas terkait dalam upaya pengembangan pariwisata.
KABUPATEN EMPAT LAWANG
Prof Dr.H.Tirta Jaya Jenahar,SE.MS
Konsultan Penelitian Ekonomi
1.Latar Belakang
Pembangunan daerah diharapkan akan diikuti dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, namun sering dijumpai fungsi/peranan lingkungan telah menurun dari waktu ke waktu; artinya jumlah bahan mentah yang dapat disediakan lingkungan alami telah semakin berkurang dan menjadi langka, kemampuan alam untuk menyediakan kesenangan dan kegembiraan langsung juga semakin berkurang karena banyaknya sumberdaya alam dan lingkungan yang telah diubah fungsinya. Pembangunan pedesaan saat ini masih memerlukan perhatian secara komprehensif dari pemerintah. Kondisi pembangunan pedesaan dengan percepatan pembangunan kurang berkembang diakibatkan oleh kurangnya dukungan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan pembangunan di pedesaan. Hal tersebut sesuai dengan Arahan Kebijakan Pembangunan Nasional di pedesaan yaitu “mempercepat pembangunan pedesaan dalam rangka pemberdayaan masyarakat terutama petani melalui penyediaan prasarana, pembangunan dalam sistem agribisis, industri kecil dan kerajinan rakyat, pengembangan kelembangaan, penguasaan teknologi dan pemanfaatan sumberdaya alam”.
2.Pada hakekatnva, pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggungjawab terhadap kelestarian alam (natural area), memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budava bagi masyarakat setempat. Atas dasar pengertian ini, bentuk ekowisata pada dasarnya merupakan bentuk gerakan konservasi yang dilakukan oleh penduduk dunia. Ecoturism Research Group (1996) dalam Darmawan (2003), yang membatasi tentang wisata bertumpu pada lingkungan alam dan budaya yang terkait dengan : (1) Mendidik tentang fungsi dan manfaat lingkungan, (2) Meningkatkan kesadaran lingkungan, (3) Bermanfaat secara ekologi, sosial dan ekonomi, (3) Menyumbang langsung pada keberkelanjutan.
3.Ekowisata merupakan sebuah istilah baru yang masih sangat sering dibicarakan diberbagai negara saat ini karena melihat potensi untuk mengembangkan pariwisata baru dan mempromosikan konservasi alam disamping dapat memberikan keuntungan pada masyarakat lokal. Ekowisata sebagai suatu bentuk perjalanan wisata yang bertanggung jawab ke kawasan alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Memperlihatkan kesatuan konsep yang terintegratif secara konseptual tentang keseimbangan antara menikmati keindahan alam dan upaya mempertahan kannya. Sehingga pengertian ekowisata dapat dilihat sebagai suatu konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaannya.
4.Destinasi yang diminati wisatawan ekowisata adalah daerah alami. kawasan konservasi sebagai obyek daya tarik wisata dapat berupa taman nasional, taman hutan raya, cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata dan taman buru. Tetapi kawasan hutan yang lain seperti hutan lindung dan hutan produksi bila memiliki obyek alam sebagai daya tarik ekowisata dapat dipergunakan pula untuk pengembangan ekowisata. Area alami suatu ekosistem sungai, danau, rawa, gambut, di daerah hulu atau muara sungai dapat pula dipergunakan untuk ekowisata. Pendekatan lain bahwa ekowisata harus dapat menjamin kelestarian lingkungan. Maksud dari menjamin kelestarian ini seperti halnya tujuan konservasi sebagai berikut:a.Menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung sistem kehidupan. b.Melindungi keanekaragaman hayati.c.Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya.
3.Pemilihan ekowisata sebagai konsep pengembangan bagi wisata di dasarkan pada beberapa unsur utama, yaitu : (1) Ekowisata sangat bergantung pada kualitas sumber daya alam, peninggalan sejarah dan budaya; (2) Ekowisata melibatkan masyarakat; (3) Ekowisata meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya; (4) Ekowisata menumbuhkan pasar di tingkat nasional dan internasional; (5) Ekowisata sebagai sarana mewujudkan ekonomi berkelanjutan.
Pada paradigma lama, pengembangan pariwisata lebih mengutamakan pariwisata masal, yaitu yang bercirikan jumlah wisatawan yang besar/berkelompok dan paket wisata yang seragam (Ariyanto, 2003) dan sekarang telah bergerak menjadi pariwisata baru, yaitu wisatawan yang lebih canggih, berpengalaman dan mandiri, yang bertujuan tunggal mencari liburan fleksibel, keragaman dan minat khusus pada lingkungan alam dan pengalaman asli. Dalam usaha pengembangannya Indonesia wajib memperhatikan dampak-dampak yang ditimbulkannya, sehingga yang paling tepat dikembangkan adalah sektor ekowisata dan pariwisata alternatif yang oleh (Ariyanto, 2003) diartikan sebagai konsisten dengan nilai-nilai alam, sosial dan masyarakat yang memungkinkan adanya interaksi positif di antara para pelakunya.
4.KABUPATEN EMPAT LAWANG memiliki potensi sumberdaya alam yang banyak, namun sampai saat ini belum semua sumberdaya alam tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Sumberdaya alam masih tetap sebagai potensi dan belum banyak dijadikan peluang untuk pengembangan pembangunan di KABUPATEN EMPAT LAWANG. Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 dan nomor 32 tahun 2002, maka Kabupaten/Kota memiliki kewenangan yang luas untuk dapat mengatur daerahnya sendiri, sehingga kegiatan pembangunan baik fisik maupun nonfisik di daerah terasa semakin intensif dan dinamis. Hal ini mengakibatkan banyak terjadinya pemekaran-pemekaran wilayah, tidak terkecuali untuk KABUPATEN EMPAT LAWANG yang merupakan pemekaran dari Kabupaten EMPAT LAWANG.
5.Pemekaran KABUPATEN EMPAT LAWANG ini berarti Pemerintah KABUPATEN EMPAT LAWANG mempunyai kewenangan yang luas untuk menentukan arah dan kebijakan pembangunan daerah. Untuk itu, diperlukan perencanaan yang sistemastis dan terarah sesuai dengan visi dan misi KABUPATEN EMPAT LAWANG. Oleh karena itu Pemerintah KABUPATEN EMPAT LAWANG sangat membutuhkan data dan informasi yang dapat dipercaya dan komprehensif, khususnya tentang pariwisata dalam wilayah KABUPATEN EMPAT LAWANG. Guna menunjang dan mencapai tujuan pengelolaan pariwisata, maka karakteristik sumberdaya pariwisata harus dikenali dan diketahui baik terhadap potensi, keragaman, jenis, dan dampak pemanfaatannya. Upaya yang dilakukan, antara lain melalui pendataan dan inventarisasi sumberdaya pariwisata secara menyeluruh sebelum pengelolaan dan pemanfaatannya dilaksanakan.
6.Dampak lingkungan pengembangan pariwisata berbentuk alamiah maupun buatan manusia merupakan hal yang terpenting dalam pembangunan industri wisata karena ketika wisatawan mulai datang maka perubahan terhadap lingkungan baik itu berupa lingkungan fisik maupun bilogis tentunya akan terjadi, sehingga dibutuhkan sebuah kebijakan dalam menata sebuah pengembangan wisata yang dapat memberikan efek positif dibandingkan dengan efek negatifnya. Dari sisi positif adanya keinginan dari pihak pengelola untuk (1) Mempreservasi dan restorasi benda benda budaya seperti bangunan dan kawasan bersejarah; (2) Pembangunan taman nasional dan taman suaka margasatwa; (3) Melindungi pantai dan taman laut; (4) Mempertahankan hutan. Dari sisi negatifnya kegiatan wisata akan menyebabkan (1) Polusi suara , air dan tanah; (2) Perusakan secara fisik lingkungan sekitarnya; (3) Perburuan dan pemancingan; (4) Pembangunan hotel yang megah tampa melihat kondisi lingkungan; (5) Perusakan hutan, monumen bersejarah , vandalisme.
6.Pengelolaan sumberdaya pariwisata harus berorientasi kepada konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan (sustainable use) untuk menjamin kelestarian dan keberlanjutan fungsi sumberdaya pariwisata, dengan menggunakan pendekatan yang bercorak komprehensif dan terpadu. Sehubungan dengan itu, pada tahun anggaran 2007 ini dilakukan kegiatan penyusunan Rencana pengembangan Pariwisata KABUPATEN EMPAT LAWANG, sehingga kebutuhan akan data dan informasi tentang pariwisata secara komprehensif dapat terpenuhi.
7.Tujuan penelitian yaitu membuat dan menyusun dokumen tentang rencana pengembangan pariwisata KABUPATEN EMPAT LAWANG. Secara lebih terperinci adalah untuk: :
a.Menyediakan suatu rencana dasar kegiatan yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk dalam penyusunan rancangan induk di bidang pariwisata.
b.Mensinkronkan rencana sektor atau sub sektor yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya pariwisata yang telah ada dan juga sebagai acuan bagi instansi terkait secara tidak langsung.
c.Menjadi dasar dan kerangka kerja dalam membuat program kerja dalam pariwisata.
d.Memantapkan koordinasi antar berbagai instansi dan dinas terkait dalam upaya pengembangan pariwisata.
PROPOSAL PENELITIAN PRODUK UNGGULAN PERTANIAN
PROPOSAL PENELITIAN PRODUK UNGULAN PERTANIAN
KABUPATEN EMPAT LAWANG
Prof,Dr.H>Tirta Jaya Jenahar,SE.MS
Konsultan Penelitian Ekonomi
1.Latar Belakang
Salah satu produk dari proses reformasi pembangunan di Indonesia yaitu adanya pemerintah kabupaten/kota yang memiliki otonomi yang luas dalam perencanaan kegiatan pembangunan di daerah masing-masing seperti yang dituangkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1999 dan nomor 32 tajhun 2002 tentang otonomi daerah. Dalam konteks perundangan tersebut, tuntutan reformasi pembangunan mengandung arti bahwa daerah mampu merencanakan suatu pembangunan yang dapat mengakomodasi sebanyak mungkin kepentingan masyarakatnya. Oleh karena itu proses pembangunan haruslah direncanakan dengan baik, bersifat komprehensif, detail dan diproses secara bertahap dimana setiap tahap memiliki penekanan-penekanan prioritas tertentu demi tercapainya kesempurnaan pembangunan agar suatu rencana dapat men- dekati sasaran yang tepat.
2.Adanya otonomi juga berarti suatu daerah memiliki keleluasaan yang lebih besar dalam hal perencanaan, pengaturan dan pelaksanaan pembangun annya berdasarkan potensi, peluang, kendala dan keterbatasan yang dimiliki daerah tersebut baik secara alami maupun struktural, seperti potensi sumber daya manusia, sumber daya alam, potensi sosial ekonomi masyarakat, potensi kelembagaan pemerintahan, swasta dan masyarakat. Kajian produk–produk unggulan di KABUPATEN EMPAT LAWANG akan berperan untuk menentukan keberhasilan pengelolaan potensi daerah untuk mendukung percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
3.KABUPATEN EMPAT LAWANG merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan yang telah resmi dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2006, sebagai hasil pengembangan dari KABUPATEN LAHAT dengan luas wilayah 3,232 km² dan memiliki potensi kekayaan alam yang cukup banyak di antaranya pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan serta potensi sumber daya alam lainnya terutama dibidang pertambangan dan perindustrian. Hal ini menunjukkan bahwa KABUPATEN EMPAT LAWANG juga memiliki potensi sumber daya alam berupa produk unggulan yang akan dapat saling besinergi dengan status KABUPATEN EMPAT LAWANG sebagai lumbung pangan. Untuk itu perlu dilakukan identifikasi dan analisis potensi, kendala dan peluang produk-produk unggulan di KABUPATEN EMPAT LAWANG.
4,Sasaran pengembangan komoditi unggulan pertanian, perikanan dan perkebunan rakyat serta produk turunannya adalah meningkatkan produksi dan luas areal produk unggulan, meningkatkan diversifikasi produk usaha masyarakat dan tersedianya data/Informasi mengenai produk unggulan di KABUPATEN EMPAT LAWANG.
5.Tujuan penelitian produk unggulan pertanian yaitu untuk :
a.Menyediakan data/Informasi yang akurat mengenai potensi produk unggulan daerah.
b.Menciptakan peluang usaha penggunaan potensi daerah secara efektif dan efesiensi, sehingga dimanfaatkan secara optimal.
KABUPATEN EMPAT LAWANG
Prof,Dr.H>Tirta Jaya Jenahar,SE.MS
Konsultan Penelitian Ekonomi
1.Latar Belakang
Salah satu produk dari proses reformasi pembangunan di Indonesia yaitu adanya pemerintah kabupaten/kota yang memiliki otonomi yang luas dalam perencanaan kegiatan pembangunan di daerah masing-masing seperti yang dituangkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1999 dan nomor 32 tajhun 2002 tentang otonomi daerah. Dalam konteks perundangan tersebut, tuntutan reformasi pembangunan mengandung arti bahwa daerah mampu merencanakan suatu pembangunan yang dapat mengakomodasi sebanyak mungkin kepentingan masyarakatnya. Oleh karena itu proses pembangunan haruslah direncanakan dengan baik, bersifat komprehensif, detail dan diproses secara bertahap dimana setiap tahap memiliki penekanan-penekanan prioritas tertentu demi tercapainya kesempurnaan pembangunan agar suatu rencana dapat men- dekati sasaran yang tepat.
2.Adanya otonomi juga berarti suatu daerah memiliki keleluasaan yang lebih besar dalam hal perencanaan, pengaturan dan pelaksanaan pembangun annya berdasarkan potensi, peluang, kendala dan keterbatasan yang dimiliki daerah tersebut baik secara alami maupun struktural, seperti potensi sumber daya manusia, sumber daya alam, potensi sosial ekonomi masyarakat, potensi kelembagaan pemerintahan, swasta dan masyarakat. Kajian produk–produk unggulan di KABUPATEN EMPAT LAWANG akan berperan untuk menentukan keberhasilan pengelolaan potensi daerah untuk mendukung percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
3.KABUPATEN EMPAT LAWANG merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan yang telah resmi dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2006, sebagai hasil pengembangan dari KABUPATEN LAHAT dengan luas wilayah 3,232 km² dan memiliki potensi kekayaan alam yang cukup banyak di antaranya pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan serta potensi sumber daya alam lainnya terutama dibidang pertambangan dan perindustrian. Hal ini menunjukkan bahwa KABUPATEN EMPAT LAWANG juga memiliki potensi sumber daya alam berupa produk unggulan yang akan dapat saling besinergi dengan status KABUPATEN EMPAT LAWANG sebagai lumbung pangan. Untuk itu perlu dilakukan identifikasi dan analisis potensi, kendala dan peluang produk-produk unggulan di KABUPATEN EMPAT LAWANG.
4,Sasaran pengembangan komoditi unggulan pertanian, perikanan dan perkebunan rakyat serta produk turunannya adalah meningkatkan produksi dan luas areal produk unggulan, meningkatkan diversifikasi produk usaha masyarakat dan tersedianya data/Informasi mengenai produk unggulan di KABUPATEN EMPAT LAWANG.
5.Tujuan penelitian produk unggulan pertanian yaitu untuk :
a.Menyediakan data/Informasi yang akurat mengenai potensi produk unggulan daerah.
b.Menciptakan peluang usaha penggunaan potensi daerah secara efektif dan efesiensi, sehingga dimanfaatkan secara optimal.
PROPOSAL PENELITIAN ANALISIS DAMPAK KEPENDUDUKAN
PROPOSAL PENELITIAN ANALISIS DAMPAK KEPENDUDUKAN
KABUPATEN EMPAT LAWANG SUMATERA SELATAN
Prof.Dr.H.Tirta Jaya Jenahar, SE.MS
Konsultan Penelitian Ekonomi
1.Latar Belakang
Kebijakan Pemerintah dalam penyelenggaraan pembangunan yang senantiasa memperhatikan aspek-aspek kependudukan dan lingkungan hidup sering dikenal sebagai kebijakan pembangunan berwawasan kependudukan dan berkelanjutan. Untuk itu perencanaan kependudukan perlu terus mengupayakan agar jumlah penduduk terkendali, kualitas penduduk memadai serta persebaran penduduk berkesesuaian terhadap daya dukung dan daya tampung lingkungan. Dengan demikian pembangunan yang dilaksanakan tidak lagi dapat mengabaikan peranan penduduk sebagai obyek maupun subyek atau agen pembangunan. Sebagai agen pembangunan kualitas penduduk harus menjadi perhatian utama, yaitu sejak penduduk itu belum lahir (kondisi ibu hamil), setelah lahir, maupun kehidupan dalam keluarga dan lingkungan perlu dicermati.
2.Diberlakukannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 dan nomor 32 tahun 2002 tentang Pemerintah Daerah, merupakan suatu bentuk reformasi birokrasi pemerintah yang memberikan kewenangan secara luas kepada pemerintah daerah agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat/penduduk dan menjamin proses demokratisasi. Pemberian kewenangan tersebut lebih ditekankan kepada tuntutan akuntabilitas publik yaitu tanggung jawab pemerintah kepada masyarakat. Era reformasi menuntut adanya perubahan paradigma dalam penyelenggaraan tata kehidupan bernegara, bermasyarakat serta dalam penyelenggaraan pembangunan oleh pemerintah. Hal ini merupakan konsekuensi logis yang dilakukan. Karena lebih dari tiga dasawarsa telah terjadi distorsi fungsi dan implementasi kebijakan dalam berbagai bidang, sehingga penduduk/ masyarakat yang merasakan akibat-akibat tersebut.Pembangunan ekonomi yang cenderung berorientasi kepada penguatan korporasi (konglomerat) harus berubah menjadi keberpihakan pada struktur ekonomi kerakyatan. Sehingga setiap warga masyarakat dapat mengakses setiap elemen penunjang perekonomian yang ada atau sasarannya adalah masyarakat.
3.Dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan kependudukan, maka perlu dijaga keserasian antara komponen kependudukan dan lingkungan fisik yang ada di wilayah bersangkutan.Dalam konteks KABUPATEN EMPAT LAWANG, keserasian tersebut ditujukan untuk menentukan tingkat dan distribusi keserasian di suatu wilayah atas dasar keadaan kependudukan dan lingkungan hidup dan mencari indikator dan variabel penentu keserasian, serta mencari alternatif kebijaksanaan untuk meningkatkan keserasian kependudukan dan lingkungan hidup, yang merupakan suatu keadaan yang terbentuk atas hasil interaksi dinamis (saling menunjang dan berke sinambungan) antara kependudukan (population), lingkungan hidup (environment) dan potensi daerah (resources). Tingkat keserasian sebagai hasil interaksi tersebut tidak selalu sama antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain. Perbedaan ini disebabkan oleh kondisi penduduk, lingkungan dan potensi daerah masing-masing daerah yang bersifat spesifik.
4.Dalam menyusun rencana pembangunan daerah sudah semestinya aspek kependudukan baik sebagai obyek maupun subyek pembangunan perlu diperhatikan. Perhatian tersebut diterapkan dengan mengidentifikasi isu-isu kependudukan, memprediksi perubahan yang akan terjadi dan mengevaluasinya, sehingga upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan masalah kependu dukan dapat diantisipasi sejak dini.Salah satu upaya dalam mengantisipasi dan mengendalikan dampak negatif sebagai akibat adanya perubahan sistem penduduk yang akan terjadi di kemudian hari, dilakukan melalui Analisis Dampak Kependudukan (ADK) KABUPATEN EMPAT LAWANG.
5.Tujuan penyusunan Analisis Dampak Kependudukan ini adalah untuk :
a.Menelaah secara mendalam dampak perubahan sistem penduduk KABUPATEN EMPAT LAWANG di masa mendatang terhadap ekonomi, sosial budaya dan lingkungan hidup di KABUPATEN EMPAT LAWANG.
b.Merumuskan rekomendasi kebijakan-kebijakan strategis untuk pengenda lian kependudukan di KABUPATEN EMPAT LAWANG.
KABUPATEN EMPAT LAWANG SUMATERA SELATAN
Prof.Dr.H.Tirta Jaya Jenahar, SE.MS
Konsultan Penelitian Ekonomi
1.Latar Belakang
Kebijakan Pemerintah dalam penyelenggaraan pembangunan yang senantiasa memperhatikan aspek-aspek kependudukan dan lingkungan hidup sering dikenal sebagai kebijakan pembangunan berwawasan kependudukan dan berkelanjutan. Untuk itu perencanaan kependudukan perlu terus mengupayakan agar jumlah penduduk terkendali, kualitas penduduk memadai serta persebaran penduduk berkesesuaian terhadap daya dukung dan daya tampung lingkungan. Dengan demikian pembangunan yang dilaksanakan tidak lagi dapat mengabaikan peranan penduduk sebagai obyek maupun subyek atau agen pembangunan. Sebagai agen pembangunan kualitas penduduk harus menjadi perhatian utama, yaitu sejak penduduk itu belum lahir (kondisi ibu hamil), setelah lahir, maupun kehidupan dalam keluarga dan lingkungan perlu dicermati.
2.Diberlakukannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 dan nomor 32 tahun 2002 tentang Pemerintah Daerah, merupakan suatu bentuk reformasi birokrasi pemerintah yang memberikan kewenangan secara luas kepada pemerintah daerah agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat/penduduk dan menjamin proses demokratisasi. Pemberian kewenangan tersebut lebih ditekankan kepada tuntutan akuntabilitas publik yaitu tanggung jawab pemerintah kepada masyarakat. Era reformasi menuntut adanya perubahan paradigma dalam penyelenggaraan tata kehidupan bernegara, bermasyarakat serta dalam penyelenggaraan pembangunan oleh pemerintah. Hal ini merupakan konsekuensi logis yang dilakukan. Karena lebih dari tiga dasawarsa telah terjadi distorsi fungsi dan implementasi kebijakan dalam berbagai bidang, sehingga penduduk/ masyarakat yang merasakan akibat-akibat tersebut.Pembangunan ekonomi yang cenderung berorientasi kepada penguatan korporasi (konglomerat) harus berubah menjadi keberpihakan pada struktur ekonomi kerakyatan. Sehingga setiap warga masyarakat dapat mengakses setiap elemen penunjang perekonomian yang ada atau sasarannya adalah masyarakat.
3.Dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan kependudukan, maka perlu dijaga keserasian antara komponen kependudukan dan lingkungan fisik yang ada di wilayah bersangkutan.Dalam konteks KABUPATEN EMPAT LAWANG, keserasian tersebut ditujukan untuk menentukan tingkat dan distribusi keserasian di suatu wilayah atas dasar keadaan kependudukan dan lingkungan hidup dan mencari indikator dan variabel penentu keserasian, serta mencari alternatif kebijaksanaan untuk meningkatkan keserasian kependudukan dan lingkungan hidup, yang merupakan suatu keadaan yang terbentuk atas hasil interaksi dinamis (saling menunjang dan berke sinambungan) antara kependudukan (population), lingkungan hidup (environment) dan potensi daerah (resources). Tingkat keserasian sebagai hasil interaksi tersebut tidak selalu sama antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain. Perbedaan ini disebabkan oleh kondisi penduduk, lingkungan dan potensi daerah masing-masing daerah yang bersifat spesifik.
4.Dalam menyusun rencana pembangunan daerah sudah semestinya aspek kependudukan baik sebagai obyek maupun subyek pembangunan perlu diperhatikan. Perhatian tersebut diterapkan dengan mengidentifikasi isu-isu kependudukan, memprediksi perubahan yang akan terjadi dan mengevaluasinya, sehingga upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan masalah kependu dukan dapat diantisipasi sejak dini.Salah satu upaya dalam mengantisipasi dan mengendalikan dampak negatif sebagai akibat adanya perubahan sistem penduduk yang akan terjadi di kemudian hari, dilakukan melalui Analisis Dampak Kependudukan (ADK) KABUPATEN EMPAT LAWANG.
5.Tujuan penyusunan Analisis Dampak Kependudukan ini adalah untuk :
a.Menelaah secara mendalam dampak perubahan sistem penduduk KABUPATEN EMPAT LAWANG di masa mendatang terhadap ekonomi, sosial budaya dan lingkungan hidup di KABUPATEN EMPAT LAWANG.
b.Merumuskan rekomendasi kebijakan-kebijakan strategis untuk pengenda lian kependudukan di KABUPATEN EMPAT LAWANG.
BUKU MANAJEMEN STRATEGI
MANAJEMEN STRATEGI
Perpustakaaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Prof. DR. H. TIRTA JAYA JENAHAR, SE. M.Si.
Cetakan: 1 – Malang
Agritek Yayasan Pembangungan Nasional. 2009
vi: 221 hlm: 16 x 24 cm
ISBN: 978-979-26-5261-1
MANAJEMEN STRATEGI
Penulis:
Prof. DR. H. TIRTA JAYA JENAHAR, SE. M.Si.
Tata Letak:
Haris Aminudin
Grafis:
Heru Setiawan
Penyunting:
Drs. Ahmad Sofwani, M.Si
Hak Cipta pada penulis. Dilarang mengutip, memperbanyak dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa ijin tertulis dari penulis.
Hak menerbitkan pada Yayasan Pembangunan Nasional Malang
Cetakan Pertama April 2009
Penerbit: Agritek YPN Malang, Jl. Soekarno-Hatta, Malang
Telp. 0341-495545, 0341-7585050, Faks: 0341-824644 Mobile: +628123575333
Isi buku di luar tanggung jawab percetakan
Perpustakaaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Prof. DR. H. TIRTA JAYA JENAHAR, SE. M.Si.
Cetakan: 1 – Malang
Agritek Yayasan Pembangungan Nasional. 2009
vi: 221 hlm: 16 x 24 cm
ISBN: 978-979-26-5261-1
MANAJEMEN STRATEGI
Penulis:
Prof. DR. H. TIRTA JAYA JENAHAR, SE. M.Si.
Tata Letak:
Haris Aminudin
Grafis:
Heru Setiawan
Penyunting:
Drs. Ahmad Sofwani, M.Si
Hak Cipta pada penulis. Dilarang mengutip, memperbanyak dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa ijin tertulis dari penulis.
Hak menerbitkan pada Yayasan Pembangunan Nasional Malang
Cetakan Pertama April 2009
Penerbit: Agritek YPN Malang, Jl. Soekarno-Hatta, Malang
Telp. 0341-495545, 0341-7585050, Faks: 0341-824644 Mobile: +628123575333
Isi buku di luar tanggung jawab percetakan
BOOK PRODUCTION PLANNING AND CONTROL
PRODUCTION PLANNING AND CONTROL
National Library: Catalogue [of] In Derivative
Prof. DR. H. TIRTA JAYA JENAHAR, SE. M.Si
Printing : 1 – Malang
Agritek Yayasan Pembangunan Nasional. 2009
vi : 221 halaman : 16 x 24 cm
ISBN: 978-979-26-5261-1
PRODUCTION PLANNING AND CONTROL
Writer:
Prof. DR. H. TIRTA JAYA JENAHAR, SE. M.Si
Arrange Situation:
Haris Aminudin
Gravis:
Heru Setiawan
Editor:
Drs. Ahmad Sofwani, M.Si
Copyrights of writer. Prohibited to cite, multiply and translate some of or entire / all content of this book without permission written from writer
Rights publish at National Development Institution Malang
First Edition, April 2009
Phone.03141-495545,0341-7585050,Faks:0341-824644 Mobile:+628123575333
Fill book of outside printing office responsibility
National Library: Catalogue [of] In Derivative
Prof. DR. H. TIRTA JAYA JENAHAR, SE. M.Si
Printing : 1 – Malang
Agritek Yayasan Pembangunan Nasional. 2009
vi : 221 halaman : 16 x 24 cm
ISBN: 978-979-26-5261-1
PRODUCTION PLANNING AND CONTROL
Writer:
Prof. DR. H. TIRTA JAYA JENAHAR, SE. M.Si
Arrange Situation:
Haris Aminudin
Gravis:
Heru Setiawan
Editor:
Drs. Ahmad Sofwani, M.Si
Copyrights of writer. Prohibited to cite, multiply and translate some of or entire / all content of this book without permission written from writer
Rights publish at National Development Institution Malang
First Edition, April 2009
Phone.03141-495545,0341-7585050,Faks:0341-824644 Mobile:+628123575333
Fill book of outside printing office responsibility
Langganan:
Postingan (Atom)